Saturday, March 11, 2017

Cover Wardun Gontor 1979-1980


Wardun merupakan kepanjangan dari Warta Dunia Pondok Modern yang diterbitkan oleh Pondok Modern Darussalam GOntor Ponorogo setiap tahun ajaranya. Wardun diterbitkan sebagai laporan kepada wali santri dan juga Ummat Islam tentang apa saja kegiatan yang ada di Pondok Modern Darussalam Gontor selama satu tahun ajaran.

Sunday, October 23, 2016

Transkrip sambutan ayahanda KH. Hasan Abdullah Sahal PG 690

Transkrip sambutan ayahanda KH. Hasan Abdullah Sahal pada acara pagelaran seni panggung gembira 690

Alhamdulillahi robbil aalamiin, wal 'aaqibatu lil muttaqin. Wala 'udwaana illa ala dholimin. Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalah, ilahul awwalin wal akhirin, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rosuluhu, sayyidul mursalin wa imamul mujahidin ath thohirin, shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa shohbihia ajma'in.

Uhayyikum tahiyyatan islamiyyah, Assalamualaikum warohmatullah wa barakatuh...

Kami, pimpinan pondok, kami bertiga menyampaikan selamat datang pada semua saja yang hadir pada malam panggung gembira ini. Dengan harapan, mudah mudahan apa yang kita lihat ini, apa yang kita saksikan dan akan dipertontonkan oleh anak anak ini bisa berkenan, mudah mudahan bapak bapak bisa mengambil betapa pondok modern Darussalam Gontor sudah melangkah, berjalan menuju sembilan puluh tahun.



Ditempat ini, hari hari semacam ini, pekan pekan seperti ini, bulan bulan september semacam ini,  delapan sembilan tahun yang lalu sudah ada panggung gembira.

Delapan puluh sembilan tahun, naik turun, suka duka, dikatakan gila padahal tidak gila, dikatakan apa padahal bukan apa apa tetapi tetap menyampaikan apa apa.

Delapan puluh tahun, delapan puluh tahun menembus sembilan puluh tahun, adalah hasil daripada jerih payah tujuh puluh tahun ke delapan puluh tahun. Tujuh ouluh tahun ke delapan puluh tahun adalah hasil jerih payah dari enam puluh tahun sampai tujuh puluh tahun, demikian selanjutnya.

Maka, disinilah dulu 89 tahun yang lalu, embrio daripada berdirinya Darussalam Gontor di Gontor Ponorogo.

Maka supaya mengerti, bahwasannya pondok ini berdiri dengan berdirinya panggung gembira. Dengan tunil, dengan olahraga, dengan kepanduan, dengan baris berbaris, dengan terompet, dengan dagelan, dengan segala macam bahkan dengan petasan petasan untuk memanggil orang orang yang ada di sekitar gontor sehingga berdirilah sampai sekarang ini universitas Darussalam.

"Tidak ada Universitas darussalam kalau tidak ada pondok modern darussalam, tdk ada pondok modern darussalam kalau tidak ada pendirinya, tidak ada pendirinya kalau tidak ada kebersamaan"

Inilah, inilah yang harus kita tekankan kedalam diri kita bahwasannya pondok ini bukan berdiri diatas proposal, bukan berdiri diatas sumbangan, bukan berdiri diatas gontok gontok an, bukan berdiri diatas kesenangan, tetapi disini berdiri diatas molimo yang berkuasa. Tetapi alhamdulillah, dengan perjuangan, dengan kerukunan para pendiri, trimurti pemuda ahmad sahal, pemuda zainuddin fanani, pemuda Imam Zarkasyi berdiri Gontor, Darussalam.

Maka anak anak kita ini in sya Allah generasi yang ketiga, kami bertiga in sya Allah generasi yang kedua, wallahu a'lam sampai tahun berapa, karena sakit tanpa tanda tanda, tanpa kulo nuwun dan ajal juga tidak pakai minta izin. Maka kami sampaikan pada generasi yang akan datang, hidupkanlah nilai nilai pondok. Jangan lupa ! Gontor mendidik bangsa, mendidik bangsa, menegakkan dan terus mendidik, mendidik dan membangun peradaban dunia, lillahi ta'ala"

Aqulu qouli hazda wastaghfirullah li wa lakum wa li saairina min kulli dzamb. Fastaghfiruhu innahu huwal ghofururrohim...

"Kalau baik disyukuri, kalau kurang baik diperbaiki"

Selanjutnya kita mohon, bapak KH. Abdullah Syukri Zarkasyi. MA untuk membuka ini dengan memencet tombol, menekan tombol tanda dibukanya acara panggung gembira. Monggo...

KH. Abdullah syukri Zarkasyi ; Allahu Akbar !

KH. Hasan Abdullah Sahal langsung menyahut ; Allahu Akbar dengan takbir yang lantang !!!

KH. Abdullah Syukri ; Allahu Akbar !

KH. Hasan Abdullah Sahal ; Allahu Akbar ! Walillahil hamd.


#Gontor mengislamkan nusantara, bukan menusantarakan Islam

Monday, October 3, 2016

MOS MASA ORIENTASI DI PM DARUSSALAM GONTOR

MASA ORIENTASI DI PM DARUSSALAM GONTOR Ada upaya mengubah Masa Orientasi Sekolah (MOS) oleh Mendikbuddasmen, Anis Baswedan, dari yang menakutkan, penuh caci maki yang mempermalukan, menjadi lebih orientatif, memperkenalkan atau mengarahkan siswa kepada program sekolahnya selama 3 tahun ke depan (SMTP dan SMTA). Sayang, upaya itu, agaknya, sekadar pemantauan yang melibatkan kepala sekolah, dan —ini anehnya— juga pemerintah daerah setempat. Memang, program yang bagus, jika tidak diikuti dengan konsep dan pelaksanaan tepat, akan sia-sia. Kemungkinan besar, pelibatan itu tidak gratis, butuh biaya (baca: honor).

Kami tidak bermaksud mengajari, melainkan sekadar memberi informasi, bahwa di Pondok Modern Darussalam Gontor (PM Gontor), masa orientasi siswa sangat berbeda, baik materi maupun metode penyampaiannya, justru berlangsung sangat menyenangkan. Meskipun dinamakan pekan perkenalan, pelaksanaannya lebih dari satu bulan, bahkan bisa sepanjang tahun. Apa yang dilakukan oleh PM Gontor? Berikut ceritanya.


Masa orientasi di PM Gontor dinamakan Pekan Perkenalan Khutbatu-l’Arsy (PPKA). Genderang awalnya, sebenarnya, sudah dipukul sejak awal tahun pelajaran, ketika semua santri telah siap masuk asrama dan menerima pelajaran di dalam kelas. Ketika itu, di masing-masing asrama, dibacakan sejumlah peraturan/disiplin. Menariknya, peraturan itu hanya akan dibaca sekali saja, tidak ada ulangan. Lantas, semua santri, lama dan baru, wajib mengingatnya jika tidak ingin terkena sanksi disiplin. Tradisi ini dinamakan “tengko” (‘teng komando’), awal dimulainya disiplin. Bagi santri lama, siswa kelas 2–4, semua aturan itu sudah mereka hafal, demikian pula konsekuensi pelanggarannya. Setidaknya, peraturan itu menyangkut 3 jenis: disiplin berpakaian, disiplin waktu, dan disiplin bahasa. Lainnya, berupa kesepakatan-kesepakatan sosial di antara santri yang mentradisi sejak bertahun-tahun, dan dikukuhkan.
Adapun secara resmi, PPKA dibuka dalam sebuah acara seremonial yang cukup “wah” dan kolosal di lapangan sepakbola utama milik pondok. Diawali dengan upacara bendera, acara dilanjutkan dengan atraksi-atraksi. Pertama, unjuk giginya Marching Band santri, “Gema Nada Darussalam.” Cara pasukannya menapaki lapangan, dengan hentakan ritmis kaki yang ditingkah pukulan perkusi, cukup menguras emosi. Ada rasa bangga, haru, syukur, menjadi bagian dari PM Gontor, perasaan yang juga melanda semua ahli Gontor.
Berikutnya, penampilan sejumlah kesenian daerah. Secara bergiliran, para santri dari masing-masing etnis dan daerah menampilkan keseniannya, di antaranya, dari Riau, Minangkabau, Betawi, Bengkulu, Sunda, Ponorogo, hingga Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Jelas, momen itu sangat orientatif, mendidik, dan menghibur.
Atraksi-atraksi berlalu, digantikan parade berbagai kendaraan fungsional milik pondok, mulai roda dua, hingga roda 8. Hari itu, pondok ingin menunjukkan kekuatannya; kekayaan dan perkembangan wakafnya kepada para santri, sebagai ungkapan rasa syukur, tahadduts bi al-ni‘mah. Terakhir, parade barisan guru-guru, mahasiswa, dan barisan siswa berdasarkan konsulat (sebutan untuk ‘asal daerah’), mulai dari Aceh hingga Papua. Barisan konsulat tadi, setelah memberikan hormat ke panggung kehormatan, lantas berkeliling desa tetangga, radius 3 kilometer. Kerapian barisan itu dinilai oleh guru. Juaranya mendapat trofi dari Pimpinan Pondok. Tak kurang dari 5000 orang berpartisipasi pada acara “show of forces” ini.
Pukul 11.00, seluruh siswa dan guru berkumpul di Aula pondok untuk mendengarkan “Khutbatu-l-‘Arsy” (‘pidato utama’) dari otoritas tertinggi pondok (Pimpinan Pondok). Pidato itu merupakan dasar orientasi; penjelasan awal secara rinci tentang apa itu pondok, milik siapa, mengapa sistem sekolahnya dinamakan Kulliyyatu-l-Mu‘allimin al-Islamiyyah (KMI); tujuannya kemana, apa yang dipelajari, kemana orientasi kelulusannya, dst., dalam sebuah “Kuliah Umum.” Mengingat pentingnya, orientasi tentang pondok itu disampaikan sejelas-jelasnya, berbabak-babak, bahkan, bisa memakan waktu 3–5 hari, di pagi dan malam hari. Karena merupakan lembaga pendidikan partikelir penuh, hal itu tidak masalah. Pondok dapat diatur secara mandiri, tidak terpengaruh sistem yang lain.
Orientasi ideologis itu, selanjutnya, diteruskan dengan membaca buku di dalam kelas, yakni buku Diktat Pekan Perkenalan Khutbatu-l’Arsy (semacam “kitab suci” santri Gontor), telah disusun berbilang tahun lalu oleh pendiri. Bahasanya sederhana, mudah dipahami. Isinya mudah dijalankan.
Pekan Perkenalan masih terus berjalan. Hampir setiap malam, setelah Kuliah Umum, digelar pentas seni di Aula. Ada pentas kesenian daerah, demonstrasi bahasa, lomba grup vokal, lomba menyanyi dan baca puisi, serta pembagian hadiah. Sajian ini wajib ditonton oleh siswa baru (Kelas 1), dipanitiai oleh siswa kelas 3 dan 4. Sore hari atau setiap hari Jum‘at (pagi dan sore), diadakan berbagai macam lomba, baik yang bersifat pertandingan, perlombaan, maupun permainan atau adu ketangkasan; bertempat di depan aula, beberapa sudut kampus, dan lapangan sepakbola.
Pada suatu minggu tertentu, selama 4 hari digelar Jambore dan Raimuna. Di Gontor disebut Lomba Perkemahan Penggalang dan Penegak (LP3). Lebih dari 1000 orang panitia dan peserta terlibat dalam pestanya para pramuka ini, yaitu para pramuka dari pondok-pondok alumni Gontor. Lapangan sepakbola pun menjadi lautan kemah. Secara bergiliran, santri baru wajib mengunjungi perkemahan ini, sebagai orientasi.
Puncak dari PPKA adalah dipentaskannya karya seni dari siswa Kelas 5 dan Kelas 6 pada hari yang berbeda. Berbagai jenis kesenian dan atraksi ditampilkan selama 4 jam penuh, pukul 20.00–24.00 WIB, melibatkan lebih dari 900 orang, dan menelan biaya ratusan juta rupiah. Untuk siswa Kelas 5, pentas seni itu disebut Drama Arena (DA), ditampilkan murni oleh siswa Kelas 5. Sedangkan pentas seni yang dimotori oleh siswa Kelas 6 disebut Panggung Gembira (PG), didukung oleh siswa kelas 1–4, juga guru-guru. Para wali kelas dari dua kelas tersebut bertindak sebagai pembimbing.
Materi kesenian yang ditampilkan, di antaranya, seni tari, seni musik, seni teater, dan terkadang akrobat. Apa saja boleh ditampilkan, asal menghibur dan mendidik. Setiap tarian daerah tidak ditampilkan oleh santri asal tari tersebut. Tari Aceh, misalnya, dipentaskan oleh santri dari Jawa, Minang, Betawi, atau Banjar. Demikian pula tari-tarian lainnya. Untuk itu, mereka berlatih selama sebulan lebih.
Demikianlah masa orientasi atau Pekan Perkenalan di PM Gontor; betul-betul orientatif. Di dalamnya tidak ada bentakan, kekerasan, keharusan mengenakan pakian aneh-aneh, bahkan lebih banyak menghibur, menyenangkan. Suasananya pun sangat khas. Baru mengikuti Pekan Perkenalan saja, siswa sudah merasa bangga menjadi santri Gontor. Karena itu, para santri selalu bergairah menyambut tahun ajaran baru.
Di PM Gontor tidak digunakan istilah “masa orientasi”, melainkan “perpeloncoan,” yakni masa ‘pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru yang mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya.’ Demikian pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Maka, secara istilah, materi, dan metode, yang paling tepat adalah masa orientasi menurut PM Gontor.
Sekadar Ringkasan:
1. Masa perpeloncoan di PM Gontor berlangsung lebih dari 1 bulan;
2. Acara PPKA wajib diikuti oleh seluruh siswa, guru, bahkan oleh kyai/Pimpinan Pondok, dengan pengabsenan yang ketat, bukan hanya untuk siswa baru. Bagi siswa baru ditujukan sebagai pengenalan; bagi siswa lama dan guru-guru dimaksudkan untuk pembaharuan niat (tajdidu al-niyat).
3. Materi PPKA mencakup penjelasan ideologi, nilai, dan aneka jenis aktivitas yang ada di pondok: kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, yang juga akan dialami, dirasakan oleh semua santri;
4. Selama PPKA, tidak ada kekerasan, pelecehan, penghinaan, atau hal-hal tertentu yang dapat menimbulkan rasa takut atau malu pesertanya. Bahkan, selain pengetahuan dan pengalaman baru, peserta juga mendapatkan hiburan, dan rasa bangga;
5. Banyak nilai pendidikan karakter yang didapat santri selama PPKA, seperti nilai ukhuwwah/persatuan, keberanian, kerja sama, dan tanggung jawab. Kian banyak aktivitas yang diikuti santri, kian banyak teman yang didapat. Muaranya, santri merasa betah di pondok;
6. Program PPKA, murni, urusan intern PM Gontor. Maka, tidak perlu dan tidak boleh melibatkan pihak luar, orangtua santri sekali pun. Dengan sistemnya yang berasrama penuh, PM Gontor telah mengambil alih semua fungsi tri pusat pendidikan: sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Bagaimana dengan sekolah umum pada umumnya? Jauh.
Writer: Ust. Nasrulah Zarkasyi 
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kyai Amal Fatullah Zarkasyi, salah satu putra dari KH. Imam Zarkasyi, pendiri Pondok Modern Gontor, menceritakan ulang bagaimana kisah ayahnya yang tertangkap PKI saat mencoba mengungsi dengan kyai dan santri-santri Gontor. Ia mendapatkan kisah ini langsung dari Kyai Imam Zarkasyi.

"Saya belum lahir, tapi ceritanya jelas bagi saya," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (30/9).

Saat PKI menguasai Madiun, menurutnya, sudah banyak pondokan yang terkena sapuan bersih PKI dengan membunuh para kyai dan santrinya. Kemudian giliran Gontor, para kyai dan santri mengungsi, termasuk KH. Imam Zarkasyi ikut mengosongkan pondok. 

"Cuma jalan yang kita tempuh dikuasai PKI. Jadi mau ke Tengglarek jalannya keliru, di situ akhirnya ditahan," papar Kyai Zarkasyi.

Ia melanjutkan, bahwa saat itu Putra Bahari itu akan dibantai, hanya tinggal menunggu komando, nyawa pun akan mudah melayang. Akhirnya para kyai, guru, dan santri dipindahkan dari Sukoi, daerah gunung Ponorogo, menuju kota Ponorogo oleh PKI.

"Dari situ ditahan di masjid Muhammadiyah, dikelilingi oleh bom dan meriam, yang moncongnya itu sudah dihadapkan ke masjid," jelasnya.

Saat situasi semakin genting, datang pasukan Hizbullah yang dipimpin oleh Kyai Yusuf Hasim yang berasal dari Tebu Ireng dan tentara Siliwangi mengelilingi pasukan PKI. Pada saat itu, jumlah tentara tidak begitu banyak, hanya saja mereka menggunakan taktik untuk menggertak pasukan PKI.

"Di mana-mana tembakan dibunyikan, padahal orangnya ngga terlalu banyak. Akhirnya PKI itu lari dari sekeliling masjid," katanya.

Setelah kejadian tersebut, para kyai dan santri Gontor dapat terbebas dari sandraan PKI yang mengancam membunuh dari luar masjid.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/09/30/nvhk6x361-kisah-penangkapan-pendiri-gontor-oleh-pki

Thursday, September 29, 2016

Sejarah berdarah PKI di Ponpes GONTOR

ini adalah dokumentasi tentang Sejarah berdarah PKI di Ponpes GONTOR, simaklah baik-baik...

Saya masih menyimpan cerita itu dari ayah dan Budhe saya. Hari itu Gontor tegang. Semua santri diliburkan. Para Guru bersiaga, sedang para santri banyak yang terdiam, tidak tahu apa yang harus dilakukan...



Kabar yang mndebarkan itu akhirnya sampai juga. Partai Komunis Indonesia sudah mencapai Jabung (barat Gontor) . Tinggal menunggu jam saja maka mereka akan tiba di Gontor. KH Imam Zarkasyi dan KH Ahmad Sahal di bantu kakak Tertua beliau berdua, KH Rahmat Soekarto tengah berembug, bagaimana menyelamatkan para santri dan Pondok. Beliau tidak peduli nasib mereka sendiri, yang beliau-beliau fikirkan nasib para santri. Bagaimana agar mereka selamat, diungsikan kemana, bagaimana setelah itu...Terjadilah percakapan dibawah ini (seperti yang diceritakan Budhe saya) :

"Wis Pak Sahal, penjenengan ae sing Budhal ngungsi karo santri. PKI kuwi sing dingerteni Kyai Gontor yo panjengan. Aku tak jogo Pondok wae, ora-ora lek dkenali PKI aku iki...(Sudah Pak Sahal, antum saja yang berangkat mengungsi dengan para santri.Yang diketahui Kyai Gontor itu ya antum. Biar saya yang menjaga Pesantren, tidak akan dikenali saya ini..." Kata KH Imam Zarkasyi

Kemudian Pak Sahal menjawab :

"Ora..dudu aku sing kudu ngungsi..Tapi kowe Zar, kowe isih enom, ilmu-mu luwih akeh, bakale pondok iki mbutuhne kowe timbangane aku. Aku wis tuwo, wis tak ladenani PKI kuwi..Ayo pak Zar, njajal awak mendahno lek mati..." (Tidak, bukan saya yang harus mengungsi, tapi kamu Zar (karena KH Imam Zarkasyi adalah adik kandung beliau). Kamu lebih muda, ilmumu lebih banyak, pesantren ini lebih membutuhkan kamu daripada saya. Saya sudah tua, biar saya hadapi PKI-PKI itu. Ayo pak Zar, mencoba badan, walau sampai mati..."

Kedua Kyai itu berusaha meminta salah satu diantara mereka untuk pergi mengungsi. Sungguh bukan nasib mereka yang difikrikan, tapi nasib para santri. Akhirnya diputuskanlah bahwa beliau berdua pergi mengungsi dengan para santri. Penjagaan pesantren di berikan kepada KH Rahmat Soekarto. Lurah desa Gontor sekaligus Imam Jumatan di Gontor sampai beliau wafat. Menuju ke arah timur, kearah Gua Kusuma (masyarakat lebih mengenalnya dengan Gua Sahal). Jarak yang harus ditempuh beliau berdua dengan para santri bukan terbilang dekat, dengan kondisi jalan yang jauh dari dibilang bagus saat itu. Tapi semangat beliau berdua memang luar biasa...

Akhirnya PKI betul-betul datang. Mereka berteriak-teriak mencari Kyai Gontor...

"Endi kyai-ne?? Endi Kyai-ne?? Kon ngadepi PKI kene..Asu Kabeh...!!"

(Mana Kyainya, Mana Kyainya? Suruh menghadapi PKI sini, Anjing semua..!!)

Mereka mulai merusak pesantren. Gubuk-gubuk asrama santri yang terbuat dari Bambu dirusak. Kasur-kasur dibakar, buku-buku santri dibakar habis. Peci, baju-baju santri yang tidak terbawa di bawa ke pelataran asrama, diinjak-injak dan dibakar. Termasuk beberapa Kitab Suci Al-quran.

Suasana mencekam, PKI berusaha masuk ke Rumah KH Rahmat Soekarto (Pendopo saat ini, sekaligus Rumah TRIMURTI) sambil teriak-teriak tidak jelas...

"Endi lurahe?? Gelem melu PKI po ra?? Lek ra gelem dibeleh sisan neng kene..!!" (Mana Lurahnya? Mau ikut PKI apa tidak? Kalau ndak mau sembelih sekalian disini)

Tapi kuasa Allah, para PKI itu seakan-akan menjumpai dinding kokoh tak terlihat. Mereka saling dorong untuk masuk pendopo tanpa dinding itu, KH Rahmat Soekarto terdiam dalam dzikirnya, memohon keselamatan Gontor dan para santrinya. PKI itu semakin beringas, mereka mengcung-acungkan clurit dan cangkul. Tapi tetap tidak bisa menembus barikade "pagar ghaib" yang ada di Pendopo.

Akhirnya lasykar Hizbullah dan Pasukan Siliwangi datang. Pasukan Pimpinan KH Yusuf Hasyim, itu merangsek dan mengusir PKI dari Gontor. Para PKI itu lari tunggang langgang, karena serbuan itu. Mereka meninggalkan apa yang mereka bawa, dan akhirnya membiarkan Gontor dalam keadan porak poranda....

Sebuah pelajaran berharga...Bahwa Partai Komunis Indonesia adalah musuh yang nyata bagi Umat Islam. Dia bahaya laten, kita tidak boleh lengah sama sekali dan harus terus mewaspadainya...Belajar dari sejarah...Jangan sampai lupa pada sejarah...!!

Monday, July 4, 2016

Mengapa Gontor Tidak Mewah Gedungnya dan Fasilitasnya?

ini adalah alasan Mengapa Gontor Tidak Mewah Gedungnya dan Fasilitasnya? sebuah pelajaran yang sangat luhur dari pendiri dan kyai pondok kita. Sumber tidak dijelaskan....

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
KH. Imam Zarkasyi, salah seorang pendiri PP. Daarussalam Gontor, jarang sekali memberi defenisi ilmiyah untuk pesantren. Lebih sering beliau memberikan batasan-batasannya. "Pesantren itu bukan hotel", "Kyai itu bukan manager, "Uang itu penting tetapi jangan yang dipentingkan uang."

Suatu hari, di Gontor, saya mengikuti kuliah umum Almarhum Prof. Dr. Nurcholis Madjid. Beliau mengomentari proses pendidikan di Universitas Paramadina; Satu hal, kata beliau, yang sangat sulit kami dididikkan di Paramadina adalah kesederhanaan.

Gontor tempo dulu difoto dari udara


Bukannya tidak ingin dan tidak cemburu, jika membaca berita tentang kemewahan Pondok Pesantren Az-Zaitun, namun karena khawatir kehilangan idealisme, maka sampai hari ini saya selalu mencegah diri saya sendiri untuk berkunjung ke sana. Ada satu nilai yang saya pastikan akan sulit ditanamklan di sana, kesederhanaan. Dan jika kesederhanaan sudah hilang maka bersamanya pesantrenpun turut hilang juga.

Kini, situasi dan kondisi masyarakat memang telah berubah. Kemakmuran melahirkan banyak tuntutan terutama ketika masyarakat elit sudah mulai melirik pesantren sebagai lembaga pendidikan bagi putra putri mereka. Saya teringat sebuah pesantren di Jawa Tengah yang didirkan oleh seorang saudagar kaya raya, karena menuruti tuntutan sejawatnya para orang kaya yang ingin menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut, maka fasilitaspun ditingkatkan: Ada santri dengan kamar khusus, dapur khusus, peralatan khusus dan tentu saja bayaran khusus. Apa hasilnya setelah puluhan tahun? Pesantren itu mundur drastis.

Ada lagi di Jawa Barat, seorang dermawan kaya raya, mendirikan Pesantren mewah dan semuanya serba gratis. Ternyata juga tidak maju-maju dan tetap saja kesulitan mencari santri.

Beda dengan Gontor yang saat ini sudah menampung sekitar 24,000 santri yang terbagi di delapan cabang-cabangnya. Sudah ada gedung bertingkat lima, namun masih ada yang berdinding gedek dan berlantai tanah. Makan, minum, mandinya pun masih antri panjang. Gontor sampai hari ini masih dengan tegas membedakan antara pesantren dengan hotel. Kesukaan dan kebahagiaan para santri tidak karena faktor fasilitasnya yang menyenangkan.

Seorang wali santri gontor asal Singapura saya tanya: mengapa anda tidak menyekolahkan anak di Pesantren Elit? Jawab beliau: "Saya memerlukan lembaga pendidikan yang mampu mendidik anak-anak kami agar bisa hidup sederhana dan mandiri. Hal itulah yang kami tidak mampu lakukan di rumah".

Tidak sekali dua kali saya ditantang oleh sahabat-sahabat yang dermawan untuk membangun gedung-gedung yang mewah agar orang-orang kaya mau memasukkan anaknya di Pesantren (Semoga Allah menerima niat mulianya sebagai ibadah). Saya menjawab: Saya tidak ingin anak-anak pondok ini senang belajar di sini karena fasilitas yang mewah. Mereka harus senang dan bahagia karena kegiatan dan tantangannya.

Tentu saja mereka, para santri masih sangat beruntung karena semua itu berada di dalam lingkungan yang terjaga dan terbimbing., kesederhanaan bukan karena kemiskinan dan kere, tetapi memang disetting sedemikian rupa untuk tujuan membangun mentalitas tangguh. Harapannya adalah, kelak ketika harus menghadapi kenyataan yang keras ditengah-tengah masyarakat, bekal mental itulah yang akan menolong mereka untuk tetap tegak dan tegar. Kalau makmur alhamdulillah, kalau tidak toh sudah terbiasa.

Wallahulmusta'aan. Amiin
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

copas dari group sbelah.

Monday, June 6, 2016

Bersyukur dari Sejarah Gontor versi wartawan

ini adalah sebuah pesan berantai dari seorang wartawan alumni Gontor, tentang Bersyukur dari Sejarah Gontor versi wartawan. Silahkan disimak...

Dari seorang wartawan dan alumni Gontor :
Kawan2...kita harus pandai2 bersyukur. Ane belakangan ini mengkaji ulang sejarah Gontor. Luar biasa.

Bermula dari Pesantren Tegalsari di Jetis. Pondok ini didirikan kyai besar Muhammad Hasan Besari. Ini adalah bapaknya kyai2 sekarang ni. Dari beliau, lahirlah orang2 hebat, diantaranya adalah Raja Mataram, Pakubuwono II. Kemudian ada juga Ronggowarsito, Batoro Katong, dan HOS Cokroaminoto. Yang terakhir itu adalah gurunya Soekarno dan Kartosoewirjo.

Kemudian Tegalsari juga memiliki santri yang kemudian mendirikan pondok Tremas di Pacitan. Pondok yang dikatakan Cak Nur sebagai pondok yang tua.

Santri Tegalsari juga ada yg cerdas dan pintar. Dia adalah bangsawan kesultanan cirebon, Sulaiman Jamaludin. Dia diangkat mantu oleh kyai Tegalsari, dan diberikan tanah di Desa Gontor untuk dijadikan pesantren. Begitulah cikal bakal Gontor, pesantren yang banyak membentuk kepribadian kita.‎

Nah, bagaimana Gontor di masa trimurti?

Kyai Sulaiman Jamaludin berhasil mendirikan pondok Gontor. Santrinya terus berdatangan dari berbagai daerah. Namun pada generasi ketiga, di era kepemimpinan Kyai Santoso Anom Besari, gontor tutup, karena tidak ada kaderisasi. Ibu nyai bertekad agar pondok berlanjut dan tidak mati. Dia menyekolahkan 3 putranya: Kyai Ahmad Sahal, Kyai Zainudin Fananie, dan Kyai Imam Zarkasyi.

Kyai Sahal ini disekolahkan di pesantren salaf. Zainudin Fananie di sekolah modern. Begitu juga Imam Zarkasyi.

Nah, Kyai Sahal pulang lebih dulu dan mendirikaan tarbiyatul Atfal. Zainudin Fanani sekolah di Muhammadiyah. Beliau ternyata bukan kader biasa, tapi kader terbaik, teman akrab Hamka dan Mahfudz Sidik.

Hamka ditugaskan berdakwah di Sumatra Barat. Zainudin Fanani di Sumatra Selatan. Dua orang ini akrab sekali. Hamka dikabarkan menjadi macomblang Kyai Fananie. Istri beliau adalah orang padang.

Hamka menulis novel tenggelamnya kapal Van Der Wijk. Ada tokoh utama bernama Zainudin. Itu maksudnya adalah Zainudin Fananie.

Zainudin membuat buku tentang pendidikan modern. Didalamnya ada pendidikan keorganiasasian, pendidikan kepemimpinan, dan pendidikan masyarakat. Semua itu disatukan menjadi Kulliyatul Muallimin al Islamiyah (KMI). Pak Zar kemudian mencoba konsep ini di Padang Sidempuan. Dan berhasil. Masyarakat merespon dengan cepat untuk menyekolahkan anak2nya di sana.

Pak Fananie dan Pak Zar kemudian memberitahukan keberhasilan sistem KMI ini ke Pak Sahal. Dan Pak Sahal yang berlatarbelakang pendidikan salaf langsung menerimanya. Dia kemudian menyatakan, "Bondo Bahu Pikir lek Perlu sak nyawane pisan." ini untuk kemajuan pondok


Pak Sahal sangat mendukung konsep ini, karena beliau pernah menghadiri kongres umat Islam di Surabaya pada 1920an. Di sana kyai - kyai berkumpul untuk konsolidasi. Salah satu poinnya adalah mengutus orang yang pintar berbahasa Inggris dan Arab untuk mengikuti muktamar internasional. Sayangnya tidak ada yg menguasai dua bahasa itu sekaligus. Akhirnya diutuslah HOS Cokroaminoto yang pintar berbahasa Inggris. Dan KH Mas Mansyur yang pandai Bahasa Arab.

Sementara itu, tidak ada perwakilan dari NU. Dua orang itu adalah representasi dari ormas sarekat Islam dan Muhammadiyah.‎

Nah Pak Zar ingin santri2 menguasai bahasa asing. Ini untuk bekal kehidupan mereka. Perlu ada pola pendidikan baru yang mengandung kemodernan. Makanya beliau nerima sistem KMI yang diajukan Pak Zar dan Pak Fananie.‎

Cerita masih bersambung. Ini untuk mengingatkan almamater yg telah melahirkan orang2 hebat. Renungan untuk kita semua agar bersyukur

Silahkan disimpan. Orang hebat adalah mereka yg mengetahui sejarahnya

Tuesday, May 24, 2016

Alumni Gontor siap Putihkan Istiqlal

Menyambut peringatan 90 Tahun Gontor, Alumni Gontor siap Putihkan Istiqlal untuk bersama-sama mengadakan sujud syukur. Agenda ini juga adalah acara awal penyelenggaraan kegiatan 90 Tahun Gontor.




hal ini sesuai dengan hasil rapat lintas marhalah sebagaimana berikut

Notula Rapat Lintas Marhalah
Sabtu, 21 Mei 2016
Pk. 10.00 s.d. 14.00

Pimpinan rapat: Akrimul Hakim
Notula oleh: Sayuda Patria

Terima kasih sedalam2nya utk perwakilan marhalah yg berkenan hadir dlm rapat: 1981, 1990, 1993, 1994, 1995, 1996, 1997, 1999 awal, 2000, 2001, 2003, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014.

Berikut kesepakatan yg telah dibuat dlm rapat tersebut:

1. Tiap marhalah mendata jumlah angkatannya, isian yg wajib disertakan: nama, alamat, nomor tlp dan profesi saat ini. Data tersebut mohon dikirimkan ke alamat email panitia jakarta.90thgontor@yahoo.com dan di cc ke akrimulhakim@yahoo.com.

2. Tiap marhalah mengonfirmasi kehadiran angkatannya khusus utk tanggal 28 Mei 2016, brp jumlah org yg akan hadir, data tersebut dpt dikirimkan ke sekretaris panitia di nomor WA +6285710830300 (Sayuda Patria), selambat2nya Selasa, 24 Mei 2016.

3. Setiap marhalah membuat spanduk ucapan selamat 90 th Gontor, adapun ukuran spanduk adl 5 x 1 meter. Bagi marhalah yg kesulitan dlm mendesain spanduk, panitia sdh menyediakan template desainnya, tugas tiap marhalah hanya mengirimkan logo marhalah dg format .tiff atau .png beresolusi besar ke alamat email: jakarta.90thgontor@yahoo.com dan cc ke elvansyaputra@gmail.com. Biaya pembuatan spanduk adl Rp. 100.000,-. Utk pembayaran dpt konfirmasi ke ustd. Zakiyanto di +62817732635 (WA). Batas akhir penyerahan: Senin Malam, 23 Mei 2016 Pk. 24.00. Tiap marhalah hanya diperkenankan membuat 1 spanduk saja. (*Alur 1*: kirim logo ke ustd. Elvan - konfirmasi pembayaran ke ustd Zaki - ustd. Zaki follow up ke ustd Elvan bahwa spanduk utk marhalah A, B, atau C sdh siap diproses). (*Alur 2*: kirim desain jadi dg ukuran yg telah disepakati ke ustd Elvan -  konfirmasi pembayaran ke ustd Zaki - ustd. Zaki follow up ke ustd Elvan bahwa spanduk utk marhalah A, B, atau C sdh siap diproses).

4. Tiap marhalah membantu tersebarnya materi acara utk 28 Mei 2016, juga acara2 90 th Gontor yg lainnya. Arus pendistribusian materi ke sosmed akan dilakukan sebanyak 3 kali sehari. Materi dapat diambil di grup penggerak marhalah 90 tahun.

5. Tiap marhalah ikut berpartisipasi dlm penggalangan bantuan utk suksesnya acara 90 tahun Gontor. Bantuan tersebut dpt berupa uang ataupun bakti karya. *Bantuan diserahkan ke masing2 marhalah via bagian administrasi Gontor* dan berkwitansi.

6. Tiap marhalah ikut menyebar keputusan bersama ini ke anggota marhalahnya. Di antara keputusan lain yg sifatnya teknis adl sbg berikut:
- Utk perempuan diwajibkan membawa mukena putih saat acara di tanggal 28 Mei 2016
- Utk laki2, atasan putih berpeci hitam (berpeci lbh diutamakan)
- Dianjurkan membawa anggota keluarga dlm kesyukuran ini
- Agar hadir sebelum jam 8.00
- Disediakan shutle bus oleh panitia di Monas dan St. Juanda
- Tiap marhalah membuat kreasi foto di booth foto yg sdh disediakan panitia pd tanggal 28 Mei 2016. Akan dibuatkan semacam kompetisi: marhalah dg kreasi terbaik dan anggota terbanyak (di dalam foto) akan mendapatkan hadiah kenang2an 90 tahun.
- Bagi marhalah yg memiliki keluarga yg masih nyantri di Gontor, pengambilan barang pd hari H hanya bisa dilakukan setelah acara ditutup
- Akan diadakan lomba antar marhalah jelang 90 tahun Gontor setelah syawal nanti di Jabanbodetabek. Opsi perlombaan: Sepak bola, Futsal, Badminton, Karya tulis.

End.

Foto-foto dan poster yang dapat disebar ke social media








Sunday, May 1, 2016

Pesan Ust Sahal kepada utusan 696

Pesan KH. Hasan Abdullah Sahal kpd para utusan 696 saat minta waktu beliau utk reuni Feb 2016
-----------------------

Kami, para kiai sdh memikirkan "kaifa namutu ghodan" dan kalian yg muda-muda tetap harus berpikir "kaifa taisyu abadan"

Gontor ini secara fisik akan terus bertahan mungkin sampai seabad mungkin lebih lagi, tapi apakah nilai-nilai gontor ini akan bertahan lama ?

Nilai keihklasan, nilai mau bersilaturahmi, sohbatul ustadzi, berdiri diatas dan untuk semua golongan, dll.